9.17.2010 | By: Fairynee

DONGENG PENGANTAR TIDUR

Tiga puluh sembilan menit ternyata rentang waktu tak panjang
tak sama ketika menekuk gelisah di halte bus--menantiketidakpastian
atau saat berusaha menegak tengkuk agar tak jatuh dalam kantuk
di sesi ceramah ulama yang menjemukan.

Tiga puluh sembilan menit melesat
bahkan aku belum sempat merayu waktu untuk berhenti
: tunggulah rindu ini selesai kueja. jarakmengabur—kau dalam mataku

Ah, mengapa waktu cepat berlalu padahal
aku belum sempat berkisah tentang hujan sore tadi
bunyinya seperti serak dendang resahku dicekik ragu bahkan
suara jangkrik terdengar seperti lenguh
bosan mengakrab sunyi pekat

Ah, mengapa terburu-buru
padahal aku belum sempat menyeduh segelas teh sebagai penyeling cerita
yang tak selesai walau berjuta detik bergerak merangkak
aku juga tak sempat menyajikan kuekue kering kesukaanmu yang bersusah payah kuadon dengan sabar yang entah berapa jengkal.

(apa aku sudah bercerita kalau aku sampai meminta resep kue itu dari toko langganan yang ada di seberang jalan?)

Sungguh. aku ingin mengutuk jarak yang terlalu angkuh untuk mengerti
saatnya mengucapkan salam, ujarnya pongah. aku tak rela.
tapi tak punya tenggat
Suaramu perlahan sayup lalu menghilang. ubunku kembali menelurkan gelembung rindu

0 komentar:

Posting Komentar