1.23.2011 | By: Fairynee

GERIMIS TERAKHIR DI PENGHUJUNG OKTOBER


Ternyata genap dua purnama, gerimis bermigrasi ke mataku, jatuh lalu pecah di kaca jendela kamarku yang buram. Peraduanku hampir tenggelam, gagap, lalu tercekik sunyi yang paling pekat. Sementara aku melihat kau asyik bersulang dengan bulan yang kemarin kupikir telinga yang dipinjamkan bidadari malam untukku.

Dua purnama, bukan waktu yang sebentar, aku menghabiskannya demi entah. Mimpi yang entah, waktu yang entah, pun kenangan yang entah. Aku memang bodoh, menanti entah sambil mengingkari penanda. Padahal berulang kali, angin mengingatkanku, getir tersembunyi di balik matanya. kelak mengiris nadimu hingga kau tak sempat mengumpat sesal. Tapi percaya telah kuletakkan di meja perjamuan, ketika dia mendongengkan kisah tentang ksatria pemberani yang bertarung.

Aku tak sempat memaki saat menyadari selama ini kau membuat kesepakatan dengan bulan, mencari cara paling manis sebelum menikamkan sembilu yang telah kau asah tengah malam, kala aku terpulas. Bulan pecah di atas kepalaku.

Aku tersedak air mataku sendiri.

Medan, 30 Oktober 2010

0 komentar:

Posting Komentar