6.26.2011 | By: Fairynee

Day 02: Meracau perihal Kematian

Mati.

Saya tidak tahu apa-apa tentang kematian. Saya hanya tahu kematian itu adalah pasti, dan merupakan fase dari kehidupan yang musti kita lewati, hanya waktunya saja yang tidak ketahui kapan, misteri dari Sang Khalik. Karena kepastian itulah mungkin sehingga saya tidak terlalu memusingkannya apalagi berusaha ingin tahu misteri apa yang tersebunyi di balik kematian itu.

Ada yang pernah bilang, kematian itu merupakan akhir dari kehidupan, tempat peristirahatan abadi setelah perjalanan panjang yang melelahkan di dunia. Tapi dalam kitab suci, saya malah menemukan arti kematian tersendiri bagi orang yang percaya, sebagaimana yang disebutkan Paulus, sebagai awal dari kehidupan yang abadi.

Aku tidak akan menyorot lebih lagi masalah kematian itu, karena terlalu muskil. Tidak ada seorang pun yang tahu seperti apa situasi atau kondisi setelah kematian. Tapi aku tertarik membahas mengenai respon dari lingkungan sekitar saat menerima kabar kematian.

Kematian seringkali meninggalkan perasaan kehilangan dan duka yang mendalam bagi sanak keluarga, teman, rekan atau bahkan orang yang sama sekali tidak dikenal (yang terakhir ini lebih sering berlaku bagi artis atau orang terkenal). 

Saya pernah menonton satu film drama yang berjudul Rabbit Hole (dibintangi oleh Nicole Kidman dan Aaron Eckhart). Film ini bercerita tentang kondisi rumah tangga Becca dan Howie Cobert sepeninggalan Danny, anak semata wayang mereka. Kesedihan dan rasa kehilangan memunculkan masalah dalam diri mereka masing-masing, dan membentangkan jarak yang sulit untuk dilalui. Hubungan mereka menjadi dingin. Tekanan kian terasa ketika adik perempuan Becca menyampaikan kabar mengenai kehamilannya.

Meski mereka berusaha untuk keluar dari lingkaran kesedihan itu dengan mengikuti sebuah klub/ perkumpulan yang terdiri dari pasangan-pasangan yang mengalami hal yang sama, sama sekali tidak menolong apa-apa, bahkan Becca memutuskan untuk keluar dari klub itu dan menjalin hubungan yang aneh dengan Jason, maha siswa yang menyebabkan kematian Danny, putranya.


Film tersebut menyiratkan betapa kematian menimbulkan duka yang mendalam, bahkan traumatik seumur hidup. Ada pula yang begitu takut menghadapi kematian dan berusaha mencari cara untuk bisa hidup lebih lama, bahkan menempuh cara-cara yang tidak masuk akal. Kematian itu seperti teror, kapan saja dan di mana saja, kematian bisa menghampiri.
 
Saya pernah membaca cerpen yang dimuat di salah media, berjudul Pemakaman yang Bahagia oleh Sungging Raga. Dalam cerpen ini diceritakan bagaimana si tokoh merasa bahwa tidak ada lagi yang bisa diharapkan atau sesuatu yang patut dibanggakan dari hidupnya, maka dia bertekad menciptakan suatu sejarah yang pantas dikenang dari dirinya kelak. Dia berniat mengakhiri hidupnya dan meninggalkan wasiat surat yang meminta agar dalam pemakamannya nanti tidak ada air mata apalagi kesedihan. Dia menyebutnya pemakaman yang bahagia. Dalam suratnya, dia meminta pesta pemakaman yang meriah seperti layaknya pesta badut, dengan tawa yang lebar dan pakaian yang berwarna-warni. Suatu pemakaman yang aneh, mungkin itu yang terbersit di kepala kita saat membaca cerpen ini.

Sesungguhnya pemakaman yang bahagia seperti itu bukan cuma cerita khayalan penulis semata tapi benar-benar terjadi dalam masyarakat. Mungkin pernyataan ini membingungkan, tapi itu benar adanya. Contoh paling dekat dengan saya adalah prosesi pemakaman dalam budaya batak.

Dalam budaya batak, prosesi pemakaman itu memiliki tingkatan. Semakin berumur (tua) orang yang dimakamkan itu, maka semakin besarlah upacara adat yang dilakukan. Bukan hanya ada musik-musik atau tarian, tapi juga acara perjamuan yang besar. Suatu hal yang kontradiktif. Dan semua itu tentu saja membutuhkan dana yang sangat besar. Lalu pertanyaan yang muncul, bagaimana dengan pemakaman bagi keluarga miskin? Bagaimana mereka memenuhi biaya upacara adat yang demikian besar?

Pernah mendengar prestise lebih dari segalanya? Itu sebabnya tak jarang ada yang menabung selama hidupnya hanya untuk memenuhi biaya pemakamannya kelak. Bukan suatu hal yang asing, saat seseorang membangun tugu atau kuburannya padahal sama seperti kita, dia juga tidak tahu kapan kematian akan menghampirinya.

Tapi terlepas dari kontroversi upacara ini, ada hal yang menjadi pelajaran penting yang bisa dipetik. Bahwa hidup itu sebentar (tidak kekal), kita mesti berjaga-jaga agar tidak meninggalkan semacam penyesalan atau bahkan menyusahkan orang-orang yang ditinggalkan . Bukan cuma dalam hal materi tapi juga berkaitan dengan janji atau pekerjaan yang mungkin belum selesai.

when life ends, the mistery of life begins


Dan lagi-lagi saya meminta maaf karena meracau sembarangan di siang bolong ini. sama sekali tidak berniat menggurui apalagi sok menasehati. Selamat hari minggu semuanya.



0 komentar:

Posting Komentar