6.26.2011 | By: Fairynee

Day 02: Surat yang tak Ingin Kukirim

"Terkadang ada sesuatu yang berada di luar jangkauan nalar..."


Dear,

Aku tidak tahu pasti apakah surat ini mesti kukirimkan padamu atau tidak, sebab aku terlalu malu untuk mengakui sesuatu yang selama ini masih menjadi tanda tanya, tapi untuk menyimpannya sendirian, rasanya dadaku sudah terlalu penuh. Sebut saja aku bodoh atau naif atau apapun itu, tapi sungguh aku masih mempertanyakan getar-getar yang menggelisahkan ini tiap kali kita berpapasan. Bahkan sebelum aku menuliskan surat ini, aku masih berkutat dengan pertanyaan-pertanyaan dan berusaha meyakinkan kalau perasaan ini benar adanya. Aku takut salah menafsirkan, bahkan lebih lagi, aku takut jatuh dan merasa sakit lagi. Bukan tak mungkin jurang yang menungguku di depan sana lebih dalam dari sebelumnya. Aku tahu benar apa itu rasa sakit.

"Setiap orang hidup dengan masa lalunya karena masa lalu tidak akan pernah betul-betul berlalu. Setiap kali seseorang berniat melupakan sesuatu dari masa lalu itu, sebetulnya ia telah mengguratkannya dalam hati."

Benar, kita bukan remaja ingusan lagi, yang berlebihan dalam menanggapi perasaan-perasaan atau terlalu cepat mengartikan ketertarikan fisik sebagai cinta. Seorang remaja yang tiba-tiba mampu menuliskan beratus-ratus sajak dalam buku harian mengenai sang pujaan hati, padahal tiap kali mendapat tugas mengarang, dia terpaksa menyalin dari buku-buku sastra yang dipinjamnya dari perpustakaan, dan nilai bahasa Indonesianya pun tidak pernah lebih dari enam. Cinta seperti itu bukan milik kita lagi, bukan?

Hakikat cinta bagiku bukan sekedar menyukai apa yang terlihat oleh mata, tapi lebih dari itu, cinta itu sakral.

Ah, kau terlalu merumitkan arti cinta, komentar temanku dulu saat mendengar curhatanku. Cinta itu spontanitas, bahkan kita tidak bisa menerka-nerka kehadirannya, imbuhnya lagi. Masa lalu telah menutup matamu sehingga kau selalu berusaha melogiskan sesuatu termasuk makna cinta itu sendiri.

Segala sesuatu itu tentu saja ada sebab-akibatnya.

Berulang kali aku mencari-cari jawaban yang paling masuk akal atas pertanyaan kenapa bisa terseret dalam arus ini, lagi. Kenapa denganmu, bukan dengan dia, dia atau dia yang lain? Aku mencoba membuat daftar, apa-apa saja yang kusuka darimu dan segala yang bertentangan dengan prinsipku. Nonsene. Aku selalu terbentur dengan hal-hal yang tak masuk akal itu. Oh, jangan-jangan logikaku telah mengalami kelumpuhan. Perbedaan  seakan-akan menjadi tidak penting saat ini.

Cinta yang memilih kita bukan kita yang memilih cinta.

Aku tidak bisa berbohong, getar-getar itu senantiasa mengikutiku kemana pun melangkah, membuat kegaduhan dalam dadaku tiap kali keadaan memaksa aku-kau saling berinteraksi. Getar yang perlahan-perlahan aku nikmati, melelahkan sekaligus membuat efek bahagia (Terserah kalau kalimatku ini kau anggap picisan), dan menjadi semacam kebutuhan. Gila, bahkan untuk merasa bahagia harus sebegitu melelahkannya, atau mungkin kelelahanlah yang membuat kita bingung memaknai kata bahagia itu sendiri.

Aku tidak akan bercerita sejak kapan dan di mana perasaan ini bermula, sebab aku juga tidak tahu, atau jangan-jangan getar-getar ini telah membuatku mengidap gejala amnesia atau alzheimer atau mungkin kerusakan memory total sehingga aku tidak bisa merunutkan satu per satu awal mula perasaan ini.

Sudahlah, semakin berusaha menjelaskannya secara logis, semakin aku terbentur dengan ketidaklogisan itu sendiri. Semoga saja kau tidak terganggu dengan suratku ini, karena bila itu terjadi aku akan sangat menyesal karena tidak membuangnya saja ketika keraguan merongrongku saat menulisnya.

Salam,







0 komentar:

Posting Komentar