6.28.2011 | By: Fairynee

DAY 03: GOD IS DIRECTOR

Wow, topik kali ini terasa sangat berat, selain karena masalah ini terlalu sensitive lagipula pengetahuan saya mengenai konsep agama itu sendiri masih dangkal. Tadi sempat terbersit untuk menulis lebih personal, mungkin membahas mengenai beberapa ayat dalam Alkitab lalu dihubungkan dalam kehidupan sehari-hari atau sekedar perenungan yang kontemplatif . Tapi hal itu sepertinya lebih condong ke topik Ketuhanan ketimbang pembahasan mengenai Agama (tentu saja tidak sesuai dengan topik) dan berhubung saya sudah berkomitmen untuk menyelesaikan 30days me of me ini, maka sebisa mungkin saya akan menguraikan beberapa hal meskipun ini cuma sebatas racauan.


Berbicara agama maka tidak terlepas dari pembahasan mengenai Tuhan. Agama disebut-sebut sebagai konsep ketuhanan yang diformalkan, padahal pada kenyataannya banyak orang yang bertuhan, tapi tidak beragama, maupun sebaliknya, ada yang mengaku beragama tapi ternyata tidak bertuhan.


KONSEP AGAMA SAAT INI
Dalam buku The Elementary Forms of the Religious Life, Durkheim menemukan aspek penting dalam agama yakni pemisahan antara dunia--akhirat dan pembedaan antara hal-hal yang suci (sacred) dan hal yang nyata (profane).


Sesungguhnya apa yang disebut agama berpulang pada tafsir seseorang sebagai individu. Ada hal dalam agama yang tidak dapat dijelaskan, disebut sebagai kepercayaan. Dan hal itu tidak bisa selalu dikaitkan dengan rasionalitas atau ikhtiar menemukan kebenaran.


Konsep kepercayaan itu sendiri berbeda-beda satu dengan yang lain. Perbedaan itu mungkin dipengaruhi oleh kultur, pengetahuan atau bahkan kebutuhan kita sebagai insan. Kebutuhan untuk dilindungi juga kebutuhan untuk pembenaran atas perilakunya. Seorang antropolog Jose Luiz Gonzalez berpendapat tentang asal muasal agama. Dia menyatakan,“Tekanan emosional dan ketegangan hidup saat krisis menyebabkan orang mencari tokoh simbolis yang dapat membantu mereka menghadapi bahaya.”

TUHAN ITU ESA
Artinya tunggal atau satu, tiada yang lain selain Dia. Tuhan itu satu, tidak ada duplikat, kembaran, atau pun kloningan, dan sejak dulu kita mengamini konsep itu. Tapi entah mengapa agama malah cenderung mengacaukan pengertian tersebut. 


Akhir-akhir ini, selain isu suku dan ras, perbedaan agama menjadi salah satu pemicu perpecahan, di negeri ini. Silang pendapat di antara umat beragama bisa menjadi latar belakang pertikaian di berbagai belahan bumi. Mengherankan, pembahasan mengenai agama itukah yang sensitif atau jangan-jangan kita (umat beragama) yang terlalu angkuh untuk berpikir terbuka. 


Ironi. 


Mengapa kita membagi-bagi Tuhan Yang Maha Esa itu dengan keterbatasan akal kita. Saya pernah membaca sebuah puisi karya Y Thendra BP dalam buku antologi puisinya yang bertajuk Tuhan, Telpon aku dong. Dalam puisi tersebut tergambar jelas bagaimana usaha kita (umat manusia) membagi-bagi Tuhan dengan memperdebatkan kalau tuhan dalam pikiran kita adalah yang paling benar. Di akhir puisi disebutkan, Di atas sana Tuhan tersenyum sendirian. Ya, mungkin saja, Tuhan yang sedang kita perdebatkan itu sedang geleng-geleng kepala menyaksikan usaha kita untuk “menggandakan” keberadaanNya yang Esa itu.

BUKANKAH PERBEDAAN ITU INDAH?
Isu terkait perbedaan ini tidak akan berakhir bila kita masih memaksakan kehendak untuk menyatakan bahwa konsep yang kita peganglah yang paling benar. Menurut saya, sesungguhnya konsep agama itu lebih ke hubungan kita secara personal dengan Tuhan (vertikal), sama sekali tidak bisa dicampuri oleh pihak lain (horizontal). Sebab saya pernah mendengar, menuju Surga kita tidak akan bisa membonceng apalagi dibonceng pihak lain. Masing-masing bertanggung jawab atas diri pribadi, lalu mengapa kita musti dipusingkan dengan keinginan untuk mempengaruhi konsep ketuhanan orang lain? 


Ada beberapa film yang berusaha mengangkat isu ini.  Mungkin baru-baru ini kita disuguhi dengan film “?”, atau sebelumnya dengan “My Name is Khan”, CIN(T)A, atau 3Hati 2Dunia 1Cinta, dll.
Dalam film My name is Khan, disitu digambarkan bagaimana seorang Riswan Khan, seorang pengidap autism menyikapi perbedaan itu. Sungguh terlihat sangat indah ketika dia berpelukan dengan beberapa masyarakat Negara bagian Amerika yang terkena bencana, saling bahu-membahu mengatasi masalah, bukan malah memperdebatkan identitas masing-masing. Mungkin dunia ini akan terasa sangat indah bila kita pun memandang perbedaan itu seperti seorang Riswan Khan, yang terbatas itu. 


Lalu dalam film CIN(T)A, sebuah Film Indie yang diproduseri sembilan matahari dan disutradrai oleh Sammaria, yang mengangkat isu ini melalui konflik percintaan dua manusia. Film ini bercerita tentang bagaimana dua orang yang saling mencintai tetapi terpisahkan oleh perbedaaan dalam menyembah dan menyebut Tuhan mereka. Perbedaan - perbedaan mereka ini di sarikan dalam dialog-dialog ringan yang terkadang menggelikan tapi berbau filosofis mengenai Tuhan, agama dan cinta itu sendiri, seperti: 


"Lo yakin? Tuhanku aja bisa gue khianati, apalagi lo?” 


“Apa menurut Tuhanmu, aku bisa masuk surga?” 


Kedengarannya lucu, tapi itulah yang terjadi. Secara tidak langsung sering kali kita menyatakan Tuhanku berbeda dengan Tuhanmu, padahal kita sama-sama mengamini konsep Tuhan yang Esa. Yang menarik dari film ini adalah konsep Tuhan sebagai Arsitek dan Director kehidupan. Sekeras apapun kita berusaha menyingkap, toh kita tidak akan mendapat apa-apa selain pertanyaan-pertanyaan itu sendiri.


Dan kesemua film itu masih terlalu dangkal membahas mengenai perbedaan itu sendiri, masih hanya sebatas permasalah cinta yang terlarang, tidak ada penyelesaian, apalagi jawaban. Tapi itulah yang sesungguhnya yang terjadi, Tuhan terlalu maha untuk disingkap dengan akal kita yang terbatas.


Sangat disayangkan bila Bhineka Tunggal Ika hanya slogan semata hanya karena batasan yang kita buat sendiri.


God is Director 


Saya yakin ada hal-hal indah dibalik perbedaan-perbedaan ini, mengapa kita malah menjungkirbalikkannya dengan kedangkalan pemikiran kita?

3 komentar:

dee.eniarich mengatakan...

menurutku,, yang paling penting itu,, jangan pernah jual TUhan kita hanya karena sebuah cinta.. karena cinta manusia itu tak pernah abadi...

Fairynee mengatakan...

Saya pikir, konsep Ketuhanan tidak sesederhana itu sehingga bisa dikaitkan dengan jual menjual.
^^

Samalona mengatakan...

Saya bilang, Tuhan tidak perlu dibela. Belalah diri sendiri, di hadapan Tuhan dan manusia.
Terima kasih sudah berusaha membahas ini.

Posting Komentar